Bandar Lampung, Minggu (13/7/25)
Hampir genap dua bulan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) menanti kejelasan nilai akademik hasil jerih payah mereka selama satu semester terakhir. Namun, hingga berita ini diturunkan, banyak mahasiswa masih belum mengetahui bagaimana hasil kerja keras mereka diapresiasi, sebab nilai tak kunjung muncul di Siakadu.
Keterlambatan pengisian nilai ini tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berdampak langsung pada proses administratif mahasiswa. Beberapa di antaranya mengaku kesulitan mengurus keperluan seperti pengajuan skripsi, hingga pendaftaran beasiswa karena nilai belum sepenuhnya terinput. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen dan tanggung jawab akademik sejumlah dosen dalam menyelesaikan kewajiban pengisian nilai secara tepat waktu.
Sebelumnya, tim UKPM-F Pilar Ekonomi telah menemui Ketua Tim Kerja Akademik dan Kerja Sama FEB Unila, Harumin, S.Kom., untuk mengonfirmasi keterlambatan ini. Dalam dokumen yang ditunjukkan, terdapat surat edaran resmi yang menyatakan bahwa masa penginputan nilai diperpanjang dari 10 Juni hingga 11 Juli 2025. Perpanjangan ini disebut sebagai bentuk penyesuaian terhadap dinamika di lapangan, namun belum cukup menjawab keresahan mahasiswa yang hingga kini belum melihat hasil akademik mereka terunggah secara lengkap di Siakadu.
Harumin, S.Kom., menjelaskan bahwa pengisian nilai sepenuhnya menjadi kewenangan dosen pengampu. “Untuk tupoksi pengisian nilai, dosen adalah pihak yang berhak dan bertanggung jawab,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa “akademik melalui Wakil Dekan I terus mengimbau dan mengingatkan para dosen agar segera menyelesaikan proses input nilai.”
Namun, keresahan mahasiswa belum mereda. Tim UKPM-F Pilar Ekonomi kembali memperoleh informasi bahwa telah dikeluarkan surat edaran terbaru mengenai perpanjangan masa pengisian nilai Siakadu hingga 21 Juli 2025. Kebijakan ini kembali memicu kekhawatiran, terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang membutuhkan transkrip nilai untuk keperluan administratif yang mendesak.
Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB Unila, M. Effan Ananta, menyayangkan keterlambatan yang terus berulang. “Ini bukan keterlambatan yang sekali terjadi, bahkan sampai dua kali harus dikeluarkan surat edaran perpanjangan. Ini sinyal bahwa ada masalah struktural yang belum selesai,” ujarnya.
Menurut Effan, kebijakan perpanjangan waktu tidak menyelesaikan masalah mendasar. “Kebijakan seperti ini hanya menjadi tambalan sementara, bahkan bisa menormalkan keterlambatan sebagai hal yang biasa. Padahal mahasiswa dituntut untuk selalu tepat waktu dalam berbagai aspek, mulai dari presensi hingga pembayaran UKT. Maka tidak adil jika sistem di dalamnya justru tidak menunjukkan disiplin yang sama,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa BEM FEB Unila menilai keterlambatan ini mencerminkan lemahnya pengawasan dalam sistem akademik. “Ketika keterlambatan dibiarkan tanpa evaluasi tegas, wajar jika mahasiswa merasa dirugikan. Kami tidak menganggap ini sebagai pembiaran yang disengaja, tetapi ini menunjukkan adanya kegagalan dalam manajemen waktu dan tanggung jawab. Kami menuntut perbaikan sistem dan transparansi,” tegasnya.
Effan menyatakan bahwa pihaknya akan segera menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pihak dekanat dan akan terus mengawal hingga terjadi perbaikan yang nyata. Sebagai penutup, ia menyampaikan harapannya, “Kami berharap tidak ada lagi ketimpangan. Jika mahasiswa dituntut taat aturan, maka birokrasi pun harus menunjukkan keteladanan. Keadilan akademik hanya bisa tercapai jika semua pihak menjalankan peran secara setara dan konsisten,” tutupnya.
Teks: Aris Krisna Setiawan